21/10/10

menunjuk langit


Malam berganti pagi, ketika suara adzan belum berkumandang saat dimana orang-orang lebih suka untuk terlelap terbukalah mata seorang pemuda yang hendak ingin melakukan rutinitas dipagi hari. Ialah Lana seorang pemuda yang berasal dari desa yang tidak cukup dikenal oleh kebanyakan orang. Namun dia cukup senang tinggal didesa tersebut, dengan segala keramahan yang ada dan keasrian tempat yang masih terjaga. Pagi itu ia langsung pergi ke sebuah tempat dimana setiap pagi ia mengambil air untuk mengisi bak mandi yang biasa digunakan buat ia mandi. Saat itu cuacanya begitu dingin, ia mengenakan sebuah jaket dan sarung dan membawa 2 buah ember yang dipikulnya dengan sebatang bambu. Jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumah tempat ia singgah, sehingga setiap pagi ia tidak terlalu capek untuk bolak-balik mengambil air hingga bak mandi terisi penuh. Tapi anehnya pagi itu pada saat ia baru sepertiga bak terisi saat ditengah jalan mendadak kakinya lemas. Ia pun memutuskan untuk bersandar sebentar di sebuah pohon besar dekat gubuk tua yang tidak jauh dari rumah Lana. Iapun mulai meletakkan ember dari pikulan  yang sudah terisi air penuh kemudian ia mulai memijati kaki-kaki yang terasa lemas seorang diri.
Keluarlah seorang yang sudah mulai berumur tertatih-tatih berjalan menggunakan sebuah tongkat dari gubuk tua tersebut. Orang tua itu memang setiap pagi selalu bangun dan pergi ke sebuah langgar yang terletak agak jauh dari gubukknya. Saat itu terjadilah obrolan diantara mereka :
Lana    : Kek, mau kemana?
Kakek : biasa nak pergi ke langgar.
Lana    : oh, pagi bener kakek bangunnya, padahal adzan masih setengah jam lagi.
Kakek  : kakek kan sudah renta , jalannya pelan jadi nanti takut sampai tidak pada waktunnya.
Lana    : kenapa kakek yang sudah renta ini memaksa untuk tetap pergi ke langgar, padahal kakek bisa saja sholat dirumah.
Kakek : (sambil menunjuk langit) lihatlah langit itu nak, bentar lagi berjuta bintang disana sebentar lagi akan tidak ada. Nantipun kita tidak tahu apa mentari pagi akan tetap bersinar atau akan tertutup mendung. Dulu aku sempat yakin mentari pagi akan terus bersinar dipagi hari namun saat itu aku temui mendung dipagi hari. Saat aku yakin siang yang cerah akan berganti dengan malam bertabur bintang tapi yang kutemui dimalam itu hanyalah mendung yang menutupi gemerlap langit malam. Kakek hanya ingin datang tepat waktu selagi pagi masih banyak dijanjikan berjuta “BINTANG” oleh-NYA.

06/10/10

maaf Buat Joan


….
Malam itu tak seperti biasa, suasana dikamar itu menjadi berbeda dari biasanya. Kamar yang sebenarnya sepi tiba-tiba terdengar suara aneh ditelinga Rara. Suara-suara yang sebenarnya sudah tidak asing lagi ditelinga Rara muncul dalam kesunyian malam, memecah heningnya suasana di malam itu. Seluruh tubuh Rarapun menjadi gemetar, hati yang semula sedih sepeninggal sahabat karibnya Joan kinipun berubah menjadi rasa takut yang amat sangat. Tangannya gemetar, jantungnya berdebar tidak karuan dan keringat dinginpun muncul ketika ia ingin memegang gagang pintu kamar itu, serasa takut dan tak ingin untuk membuka pintu kamar itu, namun dengan sekuat tenaga akhirnya ia pun mencoba untuk memberanikan diri membuka pintu tersebut. Perlahan-lahan ia mulai memutar gagang pintu itu dan dengan perasaan takut ia mulai membuka pintu. Iapun hanya berdiri didepan pintu kamar menyaksikan wajah-wajah yang masih samar di mata Rara sedang berbincang-bincang dikamar tersebut. Dengan seksama iapun menyaksikan percakapan tersebut, tanpa disadari iapun merasa mulai mengenali percakapan tersebut namun terasa masih samar. Dalam hati ia berkata ‘ aku serasa mengenal percakapan ini tapi dimana?”.  Iapun mulai melangkah kedepan namun tak berapa lama ia menghentikan langkah seraya wajah yang tersamar mulai menjadi jelas untuk terlihat kemudian dengan tiba-tiba memutuskan untuk segera lari keluar dari kamar tersebut. Ia berlari dengan kencang dan kemudian langsung menuju kamarnya dengan perasaan takut  yang masih terasa.
Sore hari sebelum malam itu Rara berada dirumah temannya Joan. Ia datang bersama Heni salah satu sahabatnya. Air mata merekapun mulai terurai saat melihat bendera merah terpasang dirumah Joan. Suasana ramai yang tiap hari ada ditengah-tengah keluarga Joan saat itu berubah menjadi suasana yang penuh keharuan. Pagi hari sebelum peristiwa itu terjadi seperti biasa Joan dan Heni yang memang tetangga dekat hendak pergi ke rumah Rara menjemputnya untuk pergi kuliah. Namun tak seperti biasanya Joan tidak memakai mobil yang biasa ia kendarai karena memang sedang berada dibengkel langganan keluarganya, ia hanya naik sebuah motor tahun 90an milik ayahnya untuk menjemput Rara. Heni pun, yang semula biasa nebeng dimobil Joan kini harus mengendarai motor matic kesayangannya yang baru dibeli 3 bulan yang lalu. Berdua mereka berangkat menuju rumah Rara namun sebelum sampai dirumah Rara tiba-tiba hp joan bordering, iapun membuka sms yang isinya ‘Joan jika dalam 10 menit kamu tidak sampai kerumahku aku tidak akan memberi jawaban atas pertanyaanmu semalam’. Lalu melihat sms dari Rara iapun memacu motornya dengan kencang. Henipun sempat berteriak ‘Joan, jangan terlalu cepat jalanan sedang rama’. Namun ia tak menggubris teriakan dari Heni, ia tetap mengendarai motornya dengan kecepatan penuh. Hp joan terus saja beredering kali ini suara dering telepon ia pun mengangkat Hp karena dilayar muncul nama Rara. Namun tiba-tiba ada seorang kakek tua menyeberang jalan. Tanpa sempat berpikir iapun membelokkan motornya kea rah kanan. Ia tak melihat kalau dibelakangnya ada sebuah metromini.
Kejadian itu terlalu cepat, metromini yang berada tepat dibelakang itu menubruk motor joan, ia pun terpental dari motornya dan helm yang dikenakan tiba-tiba melayang. Waktu itu joan tidak mengaitkan helmnya jadi saat peristiwa itu helmnya terpisah dari kepala joan. Bruk.. kepala joan pun menghantam aspal darah mulai berceceran kemana-mana. Orang-orangpun mulai berkerumunan melihat dan beberapa mulai menolong meminggirkan motor dan mengangkat tubuh Joan yang sudah berlumuran darah kepinggir jalan. Tanpa sempat untuk dibawa kerumah sakit Joan sudah menghembuskan nafas yang terakhir. Hpnya pun terpental kepinggir jalan dengan masih tetap berdering.
Ditempat lain Rarapun mulai gelisah karena selama 1 jam Joan dan Heni belum sampai kerumahnya. Ia terus menelpon Joan dan Heni, namun telepon dari Joan tak pernah diangkat. Disisi lain telepon Henipun selalu sibuk. Tanpa tahu apa yang terjadi ia memutuskan untuk berangkat kuliah diantar oleh kakaknya Anto. Ia pun kuliah seperti biasa, Rara adalah salah seorang yang agak pendiam dikelasnya. Ia hanya mau berbincang dengan orang yang sudah akrab dan telah mengenalnya. Ia tidak terlalu dekat dengan teman lain hanya joan dan henilah yang memang telah menjadi teman sejak SMU Rara bias menjadi anak yang ramai.
Suasana kuliah seperti biasa gaduh menanti dosen yang tak kunjung dating. Namun tiba-tiba suasana menjadi sunyi ketika salah seorang ketua kelas mengumumkan sebuah berita yang membuat suasana kelas menjadi senyap. “teman-teman satu angkatan, 5 menit yang lalu aku mendapat telepon dari sahabat kita Heni, katanya teman kita joan mengalami sebuah kecelakaan dan kini ia sudah tenang berpulang kehadirat-Nya. Keluarganya memutuskan untuk langsung memakamkan Joan sore ini juga. Bagi teman-teman yang ingin melayat kita akan kesana pukul 12. Marilah kita berdoa agar amal ibadahnya diterima dan ia mendapat tempat terbaik di sisi-Nya”.  Tiba-tiba suhu tubuh  berubah menjadi dingin, ia mencari hp nya ditas, tapi ternyata hpnya tidak ikut terbawa kedalam tas. Setelah itu mendadak matanya mulai mengabur, terlihat samar dan akhirnya ia saat ia mencoba berdiri ia langsung jatuh pingsan dan kemudian teman-temannya mencoba untuk membawanya ke ruang kesehatan kampus.
….
Keesokan harinya tak seperti biasa Rara yang sebelumnya salah seorang pendiam menjadi seorang yang ramai. Saat kekampus ia jadi rajin untuk berdandan, kebiasaan yang tak pernah ia lakukan namun kini ia lakukan. Ia mulai berani berbincang-bincang dengan orang lain  terutama para cowok tak peduli apa orang itu kenal dekat dengannya atau tidak yang jelas Rara kini menjadi seorang yang ramai. Henipun terkejut melihat perubahan yang terjadi pada Rara. 180 derajat ia berubah dari yang biasanya. Ketika Heni ingin mengajak bicara kini Rara sudah tidak mau. Bahkan kini Rara juga tak mau kenal lagi dengan dengan Heni. Ia hanya mau berbincang-bincang dengan para cowok. Alhasil Rara yang sebenarnya berparas cantik memang banyak diterima keberadaannya oleh para cowok. Heni pun hanya tertegun aneh melihat perubahan Rara. Ia hanya bisa melihat sahabatnya dari jauh melihat perubahan yang sebenarnya Heni tidak suka.
Namun suasana aneh terjadi pada saat Heni sampai dirumah. Ia menjadi seorang yang sangat pendiam. Tak seperti di sekolah, ia menjadi seorang yang murung. Sore itu seorang teman lelaki yang bertamu dan iapun tidak mau menemuinya. Ia hanya menyendiri dikamar. Perubahan yang sangat jauh berbeda pada saat ia disekolah. Yang anehnya lagi pada malam harinya saat ia berada dirumah ia memegang Hp lalu ia menelpon Heni agar ia mau datang kerumahnya dan ngobrol dikamar yang dulu sering mereka bertiga bareng ngobrol. Namun karena Heni dari 1 minggu yang lalu sudah kerja part time di sebuah kafe tidak bisa meng-iyakan permintaan Rara. Heni musti bekerja demi dapat membantu orang tuanya untuk membayar biaya kuliahnya.
Rara pergi kekamar itu, seperti malam sebelumnya ia mendengar suara-suara aneh yang muncul dikamar itu. Sama seperti malam sebelumnya ia mulai membuka pintu kamar itu dan dalam bayangan matanya samar ada 2 orang yang sedang bercakap-cakap dikamar. Namun masih samar di mata Rara, ia juga merasa mengenal wajah dan percakapan yang terjadi didepan. Rara hanya berada dipintu kamar.
….
Keesokan harinya Heni yang semalam ditelpon Rara menghampiri Rara untuk mengajak dia ngobrol. Namun apa yang ia dapat tenyata Rara tidak mau ngobrol dengan Heni. Ia tak mempedulikan Heni dan asik ngobrol dengan para lelaki. Heni yang sudah senang saat semalam Rara telpon kini menjadi terheran pada sikap Rara. Iapun berpikir apa karena ia tidak datang kemarin malam. Tanpa berpikir panjang, Heni segera menyingkir dari percakapannya dengan Rara dengan teman lelakinya.
Siang harinya saat di kantin ia mencoba untuk menegur Rara yang sedang asyik ngobrol dengan para teman-teman cowok dikantin. Heni yang tak bisa marah pada Rara hendak ingin meminta maaf kepada Rara karena semalam ia tidak bisa datang. Alih-alih mendapat maaf, Rara yang merasa terganggu tiba-tiba menampar heni tanpa sebab yang jelas. Heni yang tak bisa membalas hanya bisa lari menyingkir dari hadapan Rara. Heni lari menuju ke balik gedung tempat mereka bertiga dulu sering berkumpul. Heni hanya bisa mengeluarkan air mata di sana dan berpikir sekarang Rara berubah menjadi orang asing yang tak mau kenal dengannya. Henipun hanya bisa menangis sendiri ditempat itu. Satu jam setelah Ia menangis kemudian pulang kerumah untuk siap-siap pergi ke kafe tempat ia bekerja. Tanpa sengaja Hpnya tertinggal dikursi tempat ia duduk.
Sepulang kuliah, seperti sebelumnya ia menjadi seorang yang pendiam yang suka murung dikamar sendirian. Setiap ada teman laki-lakinya yang bertamu ia tidak mau menemuinya. Ia lebih suka berada dikamar. Dan tepat pukul 8 malam ia memegang gagang telpon rumahnya dan mencoba menghubungi Heni. “halo, heni.. saat ini kau ada dimana? Bisakah kau datang kerumah sekarang?”. “Maaf Rara, saat ini saya sedang bekerja di kafe, jadi tidak bisa datang kerumahmu. Kamu hubungi Joan saja” tiba-tiba suara itu muncul ditelinga Rara, suara yang sebenarnya tidak ada namun selalu terdengar ketika ia mencoba menelpon Heni. Setelah memegang gagang telpon ia menuju kamar itu. Iapun berdiri dikamar itu dan menyaksikan adegan yang masih samar dalam ingatan Rara. Sebuah adegan percakapan yang rasanya ia kenal namun ia tidak bisa mengingatnya.
Keesokan harinya tetap seperti itu, ketika di sekolah ia menjadi seorang yang ramai dan saat ia dirumah ia menjadi seorang yang pendiam dan murung. Sore hari lebih suka menghabiskan waktu dikamar dan ketika jam 8 ia memegang gagang telpon dan seraya terus menghubungi Heni agar ia mau datang kerumah setelah itu ia berdiri didepan pintu kamar itu menyaksikan sebuah adegan percakapan yang masih tersamar di ingatannya. Kejadian itu terus setiap malam ia lakukan sama untuk malam-malam selanjutnya. Dan  hal aneh lain terjadi setiap ada yang ingin bertemu Rara selalu tidak bisa menemuinya. Selalu dan selalu padahal siang hari mereka sudah janjian untuk pergi keluar bersama namun setelah sampai dirumah Rara tidak mau menemui mereka. Hal itu terus berlanjut sampai orang menjadi terbiasa dengan sikap Rara yang seperti itu.
Hari ini tepat 1 tahun kematian Joan. Malam itu kebetulan Heni sengaja mengambil cuti karena ingin menemui Rara di rumahnya. Heni yang sudah melupakan tamparan Rara waktu itu berniat menghampiri Rara dan mengajaknya bareng ke rumah Joan untuk mengadiri 1 tahun meninggalnya Joan. Heni yang nomernya sudah ganti karena dulu hpnya hilang mengirim pesan ke hp Rara. “ Ra, entar jam 8 aku ke rumahmu, kita bareng ke rumah Joan”.
Sesampainya dirumah Rara ia Heni bertanya kepada ibunya Rara “ maaf tante, Raranya apa ada?” ibunya yang terheran melihat Heni yang berada di depan pintu rumah berkata “ kata Rara kamu kerja di kafe dan tidak bisa datang ke rumah, kok tiba-tiba kamu datang kemari?” Heni pun terkejut, ia merasa tidak merasa menerima telpon dari Rara. “ setiap malam Rara selalu bilang kamu sekarang sibuk dan tidak bisa bisa datang keruamah.” Heni yang tidak merasa menerima telpon dari Rara akhirnya bergegas menghampiri Rara. Tepat di depan pintu kamar Rara berdiri Heni terkejut melihat apa yang dilakukan oleh Rara. “hen, ternyata kamu jadi bisa datang itu didalam sudah ada joan sedang berbincang dengan siapa aku tidak tahu. Ayo masuk aku takut karena aku tidak tahu siapa yang ada didalam menemani Joan, mungkin kamu kenal?” Heni yang masih tertegun langsung memeluk Rara dan air mata keluar deras dari mata Heni..
Malam sebelum kematian Joan, tepat pukul 19.30 Rara merasa kesepian dirumah dan menelpon Heni agar ia mau datang kerumah menemaninya. Namun karena masih bekerja Heni menyuruh agar Rara menghubungi Joan agar bisa menemaninya. Saat itu tepat pukul 8 malam Joanpun bersedia menemani Rara. Joan yang memang sudah lama suka kepada Rara malam itu mengutarakan isi hatinya kepada Rara. Saat itu Rara masih bingung dengan apa yang harus dijawab atas pertanyaan Joan apakah ia mau menjadi pacarnya. Rara meminta waktu semalam untuk berpikir, Joanpun yang tak ingin memaksa memberi waktu semalam untuk berpikir. Malam itu Joan juga sempat berkata “ Ra, kamu berubah dong biar bisa menjadi orang yang penuh keceriaan jangan cemberut melulu entar cepet tua lho. Sekali-kali menjadi anak yang ramai bolehkan? Toh kita juga tak melakukan hal yang menyalahi aturan. Menjadi orang yang sedikit ramai itu tidak salahkan”. Pinta terakhir Joan dimalam sebelum akhirnya jam 10 malam Joan pulang kerumah.