23/06/09

B...

B…

Betapa bodohnya aku…. Mungkin orang akan berpikiran sepeerti itu ketika melihat aku menceritakan suatu kisah dimasa kecilku ini. Waktu itu aku berumur sekitar 2 tahun lebih, entah kenapa memori itu terus aja membekas diotakku. Suatu peristiwa yang boleh dibilang kagak seru amat, tapi berkisah tentang suatu idealisme anak dalam mempertahankan idealismenya, (padahal cuma sok aja bilang idealisme).

Awal ceritanya begini…. Alkisah disuatu pagi sing aku lali dinane bapak karo ibuku lungo dagang dinggo nyukupi kebutuhan mangan, sandangan dingo anak-anakke( Bapak , ibu terimakasih ya), koyo biasane sakdurunge lungo ibuku mesti menehi duit dingo jajan aku. Biasane duit kuwi wernane abang angkane 100 eneng embel-embele rupiah. Jo salah jaman biyen kuwi duwite wis akeh, dibandingke saiki. Wong dolar ijik 1200 rupiah saiki mesti aji banget duite. Nanging sing tak gumuni dino kuwi kok duite bedo wernone sing diwenehke kok dadi ijo eneng angka 500 yo eneng embel-embele rupiah jebret.. yo aku emoh pokokke aku jaluke duit gambar abang meski aku yo ngerti kuwi duit lwih gede ( bodohkan aku dikasih 500 e malah minta yang 100, pasti orang kan bilang begitu).

Ibuku bingung langsung ngomong karo bapakku, yach mergo biyen aku anak ragil bapakku malah ganti duite karo duit sing angkane ngarepe 1 karo burine eneng 0 cacahe 3 wah apik tenan bapakku, nanging gumune aku biyen yo tetep emoh..(goblok tenan aku dikekki duit sewu kok emoh milih 100 padahal aku yo ngerti yen kuwi wis iso yen nggo tuku tembak banyu, dolanan sing seneng tak tuku yen eneng wayang nang daerahku) aku tetep ngeyel bahkan sampe nangis barang gor goro-goro duit 100 rupiah.

Bapakku bingung, lalu kiter golek ijol tapi gak oleh nganti bapakku menehi duit 10.000, nanging aku tetep emoh jan goblok tenan aku nolak duit semono akehe wah jan yen saiki mesti tak tompo. Singkat ceritanya begini aku tetap minta uang berwarna merah yang hanya bernomminalkan 100 rupiah tersebut walaupun dengan bujukan dari ayah dan ibuku dengan melontarkan uangb yang lebih niminanya tapi aku tetap saja tidak mau. Bahkan aku mempertahankkan kekukuhanku samapi menangis sampai pada akhirnya ayahku bingung langsung memarahi aku dan kemudian mengangkatku dan dimasukkan aku kekamar dan kemudian mereka pergi untuk mencari nafkah.”

Mengingat itu aku jadi sadar mengapa watakku bisa dibilang keras, karena memang sejak kecil jika aku sudah memutuskan maka aku akan berusaha mempertahankan. Bisa dibilang aku memang keras kepala tapi berapapun orang bilang betapa bodohnya aku yang menolak uang 10.000 demi uang 100 perak tapi bagiku itulah aku. Aku memang bisa dibilang bodoh tapi aku tidak peduli yang jelas aku akan tetap mempertahankan apa yang telah kuyakini. Mungkin itu sebabnya kadang pemikiranku sampai saat ini banyak ditentangkan orang dan banyak membuat orang sakit hati, untuk itu aku ingin minta maaf jika ada yang terluka karena perkataanku. Maaf untuk semua karena memang aku bodoh yang tak mengerti apa yang harus dilakukan sehingga sering melakukan hal-hal yang orang bilang sok tahu dan terkadang menimbulkan konflik dimanapun aku berada.

Aku menulis ini bukan karena aku ingin dimengerti tapi aku menulis ini karena aku memang pingin bercerita memang aku orang yang berwatak kerras, aku hanya anak kecil yang mempertahankan uang berwarna merah bernominakan 100 perak. Aku memang orang bodoh yang menolak uang 10.000 demi keyakinanku terhadap uang berwarna merah. But it is me, whatever you think about me. Semua warna kekerasanku dimulai dari itu, sampai sekarang orang pasti menganggap aku memang orang yang keras. Aku memang bukan siapa-siapa tapi bodohnya aku di waktu itu malah membuatku merasa senang karena aku jadi memiliki sebuah prinsip yang akan kupertahankan. Berkat itu aku jadi aku yang sekarang yang memang menyebalkan bagi semua orang tapi itulah aku…

Aku yang bodoh ini hanya bisa berkata:


“MAAF UNTUK SEMUA YANG MERASA TERSINGGUNG DENGAN PERILAKU DAN UCAPANKU”

mungkin kata-kata itu bisa dianggap basa basi tapi aku tetap akan menuliskan karena aku yang bodoh itu hanya bisa menulis itu dan aku tidak sepintar dan sebaik kalian dan aku hanya orang biasa yang bisa bilang apa yang biasanya dikatakan orang ketika berbuat salah. Karena terkadang aku tidak mengerti yangf kulakukan itu salah tapi mengapa aku tetap melakukannya akupun tidak tahu… kadang aku menemukan aku yang bukan diriku seperti ketika aku memikirkan siapa aku semakin aku tidak mengenal siapa aku. Sampai sekarang aku hanya bisa berkata aku adalah anak kecil yang dengan begitu bodohnya mempertahankan uang 100 perak.

Tidak ada komentar: